Senin, 12 Oktober 2015

Konflik publik internal dalam perusahaan




NAMA    : Hari Angga Pranata
NPM       : 14114788
KELAS   : 2 KA30

Konflik Publik Internal dalam Perusahaan

Perselisihan antara karyawan dengan manajemen perusahaan dalam perusahaan kerap kali terjadi. Keinginan pihak perusahaan yang tidak sejalan dengan keadaan karyawan seringkali menjadi pemicu, begitu pun sebaliknya. Peranan seorang karyawan dalam suatu perusahaan amatlah besar, maka sudah selayaknya setiap perusahaan dapat memberikan jaminan yang layak bagi karyawannya. Baik itu dalam keselamatan kerja maupun dalam pengupahan. Situasi keterbukaan dan kenyamanan kerja menjadi motivasi sehingga dapat semakin mengembangkan keberadaan perusahaan tersebut.
Namun dalam pelaksanaannya, konflik antar keduanya seringkali terjadi. Komunikasi sebagai pemecahan jalan terbaik bagi keduanya sulit terlaksana. Dengan memfasilitasi pertemuan antar pihak karyawan dan pihak manajemen perusahaan dapat menyelesaikan konflik tersebut. Permasalahan yang masuk dapat diselesaikan dengan jalan damai, dengan kesepakatan bersama yang saling menguntungkan.
Kejadian serupa menimpa Minarsih dan Hengky Syam. Keduanya merupakan karyawan yang sedang berkonflik dengan perusahannya. Keduanya mengadukan nasibnya pada Komisi I DPRD, karena menganggap menerima perlakuan yang tidak adil dari perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka merupakan karyawan PT Kayan Putra Utama Coal, yang telah bekerja sejak tahun 2000 lalu dan bertugas sebagai juru masak. Namun sejak bulan Agustus tahun lalu mereka dimutasikan dari mess Separi I ke mess Separi II. Karena jarak keduanya jauh maka mereka menolak untuk dipindah dan memilih berhenti bekerja. Dengan meminta pesangon dan sisa pembayaran gaji serta uang lembur yang menjadi hak mereka.
Pihak perusahaan tidak dapat menerima begitu saja, karena menganggap keduanya telah mengkir dari kerjaannya. Dengan alasan ketidakdisiplinan sehingga perlu dibina lebih lanjut. Sebelum mengambil keputusan, terlebih dahulu kami melakukan pembinaan, kata Erwan Agim, Direktur PT Kayan Putra. Dengan alasan bahwa masalah kedisiplinan tidak dapat ditolerir maka perusahaan tidak dapat memenuhi sesuai yang diminta keduanya. Selain itu nilai nominal yang diminta dianggap sangat berlebihan.
Permasalahan ini menjadi panjang dan rumit ketika keduanya saling melaporkan pada pihak yang berwenang. Sampai akhirnya masalah ini mendapat putusan P4D (Penyelesaian Perselisihan Permasalahan Perburuhan Daerah) dari propinsi. Namun belum menghasilkan karena keduanya akan meneruskan ketingkat pusat, karena belum mendapatkan keputusan yang sesuai dengan yang diharapkan.

Analisis Konflik Internal Perusahaan
Setiap konflik memiliki karakteristik dan cara penyelesaiannya sendiri. Dalam menyelesaikan sebuah konflik, baiknya kita mengetahui dulu konflik yang sedang terjadi. Hal ini dimaksudkan agar penyelesaian konflik dapat menggunakan cara yang tepat dan sesuai dengan jenis konflik yang sedang terjadi. Terdapat 5 jenis konflik yaitu, konflik dalam diri individu, konflik antar-individu dalam organisasi, konflik antar individu dengan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.
Konflik dalam diri individu adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan harapan dan hasil yang dicapai. Konflik ini berada dalam diri individu itu sendiri. Konflik antar-indicidu dalam organisasi biasanya terjadi antara karyawan dengan karyawan lainnya ataupun atasannya. Konflik ini biasanya dipicu oleh adanya perbedaan dalam hal kemampuan, kebutuhan, bakat, minat, kepribadian maupun latar belakang lingkungan. Konflik anatara individu dengan kelompok biasanya terjadi apabila individu tersebut gagal untuk menjalankan fungsinya di dalam kelompok atau organisasi. Konflik antar kelompok terjadi akibat dari persaingan dan pertentangan dari masing-masing kelompok. Konflik antar organisasi terjadi diakibatkan adanya pertentangan antar organisasi.
Jika kita melihat contoh kasus diatas, maka konflik tersebut dapat diklasifikasikan sebagai konflik individu dengan kelompok atau organisasi. Hal ini dapat kita lihat dari status kedua pihak yang sedang bertikai tersebut, yakni karyawan dan perusahaan. Sehingga dari sini dapat kita katakan bahwa konflik diatas termasuk jenis konflik Individu dengan Kelompok.
Setelah kita mengetahui jenis konflik tersebut, langkah berikutnya dalam menyelesaikan sebuah konflik adalah melihat penyebab konflik tersebut. Pemahaman atas penyebab konflik, dapat membantu kita dalam memformulasikan tindakan yang tepat dalam menyelesaikan konflik. Penyebab konflik dalam organisasi khusunya sangatlah banyak. Konflik ini bisa muncul dari individu sampai pada tataran organisasi. Oleh karena itu harus adanya klasifikasi dalam melihat penyebab konflik tersebut.
Hardjana, A. M. (1994, dalam Perkuliahan Komunikasi Internal) mengklasifikasikan 9 penyebab konflik, yaitu :
1.      Salah pengertian karena kegagalan komunikasi
2.      Perbedaan tujuan karena perbedaan nilai hidup
3.      Persaingan mendapatkan sumber daya organisasi terbatas
4.      Masalah wewenang dan tanggung jawab
5.      Perbedaan penafsiran terhadap peraturan atau kebijakan
6.      Kurangnya kerja sama
7.      Adanya usaha untuk mendominasi
8.      Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja
9.      Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja
Jika kita lihat pada contoh kasus diatas, maka penyebab konflik tersebut dapat kita golongkan sebagai konflik yang disebabkan oleh ‘Persaingan dalam mendapatkan sumber daya organisasi terbatas’ dan ‘tidak mentaati tata tertib dan pertaturan kerja’. Sumber daya organisasi terbatas dalam konflik diatas dapat diartikan sebagai uang pesangon dan lembur yang diminta oleh karyawan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa uang merupakan sumber daya organisasi yang sangat terbatas. Selain itu pihak perusahaan juga tidak menaati tata tertib atau aturan yang seharusnya mereka jalankan yaitu membayar upah karyawannya.
Konflik ini dimulai dari adanya keinginan karyawan untuk berhenti bekerja karena mereka dipindahtugaskan dengan paksa ke daerah yang lebih jauh. Selanjutnya mereka menuntut hak mereka, yakni sisa gaji dan uang lembur serta uang pesangon. Dalam hal ini perusahaan tidak langsung mengabulkan permintaan mereka, dan perusahaan malah melakukan pendisiplinan terhadap karyawan tersebut. Selanjutnya perusahaan menetapkan karyawan tersebut di PHK karena alasan lalai dalam menjalankan tugas. Sebenarnya semua permasalahan ini didasari oleh ketidakinginan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya membayar upah karyawan tersebut.

Penyelesaian Konflik
Konflik di atas pada akhirnya dapat diselesaikan melalui dua tahapan, yaitu
1.    Proses Hukum
Proses hukum dilakukan ketika baik karyawan maupun perusahaan saling melaporkan kejadian kepada Komisi I DPRD Kutai Kartanegara. Tidak ada pihak yang mau mengalah pada pihak lain. Keduanya saling menyerang demi tercapainya keinginannya. Pada akhirnya, masalah tidak kunjung menemukan jalan terang hingga memakan waktu yang cukup lama.

2.    Proses Negosiasi
Ketidaksepahaman antar keduanya yang terus berlarut-larut. Akhirnya, Komisi I DPRD bersama manajemen perusahaan, Pengadilan Negeri, kepolisian dan Dinas Tenaga Kerja Kutai Kartanegara memfasilitasi pertemuan antar karyawan dan perusahaan untuk dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Keduanya memiliki itikat baik untuk dapat menyelesaikan dengan musyawarah, kata Martin Apuy. Maka mengambil jalan tengah yang terbaik bagi keduanya masih terbuka lebar.
Akhirnya penantian panjang Minarsih dan Hengky Syam telah berakhir. Setelah lebih dari delapan bulan berjuang untuk mendapatkan haknya, kesepakatan perdamaian antar keduanya telah disepakati. Tuntutan berupa ganti rugi pesangon, kekurangan gaji dan upah lembur yang diminta dapat dipenuhi perusahaan.
Walaupun tidak sebesar tuntutan semula, namun dengan dipenuhinya hak mereka sebesar Rp 14 juta untuk masing-masing karyawan. Kesepakatan ini membuat lega kedua belah pihak, PT Kayan Putra dengan karyawannya Minarsih dan Hengky. Kami menerima kesepakatan ini, pada dasarnya kami ingin menempuh upaya damai, papar Minarsih.

Sumber :

http://www.dprdkutaikartanegara.go.id/bacawarta.php?id=436  

makalah organisasi public





NAMA        : Hari Angga Pranata
NPM           : 14114788
KELAS       : 2 ka30                                   


Makalah Organisasi Publik

A.     PENDAHULUAN
Berbagai skandal yang terungkap dan menjadi isu nasional akhir-akhir ini menggambarkan betapa kinerja organisasi publik di negara ini mengalami krisis. Pada tingkat nasional, misalnya, di balik keberhasilan spektakuler meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak, ada masalah kinerja serius yang dihadapi oleh jajaran direktorat jenderal pajak. Di balik sukses besar menumpas dan menangkap pelaku terorisme, kinerja polisi dalam banyak aspek lainnya menenggelamkan semua sukses yang sudah diraih dengan susah payah. Pada tingkat pemerintah daerah, di balik berbagai keberhasilan dan penghargaan yang diberikan atas prestasi yang diraih pemerintah provinsi Sulawesi Selatan, survey Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2009 menempatkan provinsi ini bersama dengan Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Sumatera Utara dan Lampung sebagai daerah dengan skor integritas terendah atau pelayanan publiknya paling tidak berkualitas.

Banyak faktor yang dapat menjelaskan mengapa kondisi saling bertentangan ini terjadi pada banyak organisasi publik di Indonesia. Orasi penerimaan jabatan guru besar ini bukanlah tempat yang tepat untuk menjelaskan semua faktor yang mungkin berkontribusi pada keadaan serba paradoks tersebut. Orasi ini hanya akan melihat salah satu faktor di antara sekian banyak faktor yang mungkin dapat menjelaskan kondisi ini, yaitu kurang memadainya ukuran-ukuran atau standar-standar yang digunakan dalam menilai kinerja organisasi publik di negara ini. Dalam hal ini, ukuran-ukuran objektif (objective measures) yang berbasis kuantitas terlalu dominan digunakan dalam menilai keberhasilan organisasi pemerintah dan mengabaikan dari pada ukuran-ukuran subjektif (subjective measures) yang lebih menekankan pada aspek kualitas.

B.      PEMBAHASAN
1.      Pengertian Organisasi Publik
Organisasi publik adalah
1.      Organisasi yang terbesar;
2.      Yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup negara;
3.      Mempunyai kewenangan yang absah (terlegitimasi) di bidang politik, administrasi pemerintahan, dan hukum secara terlembaga sehingga mempunyai kewajiban melindungi warga negaranya, dan melayani keperluannya,
4.      Sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, serta menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan.
Organisasi publik sering dilihat pada bentuk organisasi pemerintah yang dikenal sebagai birokrasi pemerintah (organisasi pemerintahan).  Atau satu-satunya organisasi didunia yang mempunyai wewenang merampok harta rakyat (pajak), membunuh rakyat (hukuman mati), dan memenjarakan rakyat.

 Ada 10 Prinsip Organisasi Publik

Penetapan tujuan yang jelas;
Kesatuan perintah (the principle of unity of command);
Keseimbangan;
Pendistribusian pekerjaan (the principle of distribution of work);
Rentang pengawasan (the principle of span of control);
Prinsip pelimpahan wewenang (the principle of delegation of authority);
Prinsip departementasi (the principle of departementation);
Prinsip penempatan pegawai yang tepat (the principle of the right man in the right place);
Prinsip koordinasi (the principle of coordination);
Prinsip pemberian balas jasa yang memuaskan.


C.     Teori tipe Organisasi Publik oleh Max Weber (Sosiolog Jerman);
Ciri Birokrasi modern (ideal):
Adanya prinsif pembidangan tugas yang jelas (jurisdictional areas), umumnya diatur oleh hukum/peraturan-peraturan administrasi, yaitu:
a.    adanya pembagian tugas yang jelas bagi apparatus birokrasi,
b.    adanya pendelegasian wewenang,
c.    setiap tugas yang dilaksanakan menuntut keahlian/keterampilan (spesialisasi).  Dus yang dapat diangkat menjadi aparat birokrasi adalah mereka yang mempunyai keahlian (kualifikasi).
Adanya prinsif hierarki;Manajemen kantor modern didasarkan pada  dokumen tertulis/diarsipkan;
Tugas dalam organisasi dilaksanakan  berdasarkan spesialisasi, pelaku diperlukan pendidikan dan latihan secara terus menerus;Menuntut pegawai bekerja dengan kapasitas penuh;Karena tindakan dalam manajemen harus didasari oleh perturan-peraturan/perundang-undangan, maka setiap apparatus birokrasi harus mempelajari perundang-undangan dan memahaminya.

Unsur Birokrasi Ideal:
Hirarki,
Kualitas Keahlian,
Aspek-aspek keahlian,
Kewenangan dan kekuasaan yang legal.

Fungsi Birokrasi Ideal:
Spesialisasi,
Struktur,
Kemungkinan meramalkan dan kestabilan,
Rasionalisasi, dan
Bagian dari demokrasi.

Strategi Untuk Mencapai Tujuan Organisasi (5 Prinsip):
Prinsip spesialisasi;
Prinsip rantai komando atau prinsip hirarki;
Prinsip loyalitas;
Prinsip impersonal;
Prinsip uniformalitas.

Strategi Memperbaharui Organisasi Pemerintah (Birokrasi):
(David Osborne dan Peter Plastik)
Memperjelas tujuan/maksud organisasi (strategi inti);
Konsekuensi terhadap kinerja organisasi (strategi konsekuensi);
Pertanggung jawaban terhadap publik (strategi pelanggan/masyarakat);
Organisasi dan pegawai berinovasi (strategi kontrol);
Mengubah perilaku, perasaan, dan berfikir pegawai (strategi budaya).
  

Karakteristik Good Governance
1. Particifation (keterlibatan masyarakat),
2. Rule of law (penegakan hukum yang adil);
3. Transprancy (kebebasan memperoleh informasi);
4. Responsiveness (cepat dan tanggap);
5. Consensus Orientation (berorientasi pada kepentingan masyarakat);
6. Equity (kesempatan yang sama);
7. Efficiency and effectiveness (efisiensi dan efektivitas);
8. Accountability (pertanggungjawaban publik);
9. Strategic vision (visi ke depan).

Agar Birokrasi Pemerintah Lebih Efisien dan Efektif:
(Inu Kencana Syafi’i,2003:90-92)
Rule (kerja taat pada aturan);
Spesialisasi (tugas khusus);
Zakelijk (kaku dan sederhana);
Formal (penyelenggaraan resmi);
Hirarkis (pengaturan dari atas ke bawah);
Rasional (berdasarkan logika);
Otoritas (tersentralistis);
Obedience (taat dan patuh);
Disipline (tidak melanggar ketentuan);
Sistematis (terstruktur);
Impersonal (tanpa pandang bulu).
Balance (menyeimbangkan)


D.     MASALAH  YANG TERJADI DALAM ORGANISASI PUBLIK

Sebuah konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi publik sangat banyak terjadi. Apalagi dalam konteks sebuah organisasi besar yang dalam hal ini kita sebut sebagai pemerintah. Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sangat dituntut untuk meberikan usaha terbaiknya yang dalam melakukan proses tersebut terjadi berbagai permasalahan atau konflik yang tak urung membuat masyarakat yang merasa dikecewakan. Pelayanan merupakan pilar penting yang dilakukan dalam meberikan kepuasaan kepada masyarakat. Dari beberapa tahun yang lalu kita telah melihat berbagai pelayanan yang telah diberikan pemerintah dalam melaksanakan tugasnya. Namun tak ayal juga kita bisa memperhatikan berbagai kekecewaan yang tercipta karena konflik yang terjadi saat dilakukan proses pelayanan.
Dari hal itulah bisa terjadi berbagai macam cabang – cabang konflik yang lambat laun jika didiamkan maka bisa terjadi permasalahan yang susah untuk di elakan lagi.Permasalahan utama yang kadang timbul dalam usaha organisasi publik untuk melakukan pelayanan kepada masyarakatnya antara lain :
- ketidak jelasan bentuk pelayanan
- kualitas pelayanan yang dilakukan
- keterlambatan pelayanan
Dari hal tersebut dapatlah dibuat sebuah bentuk tanggung jawab penyelesaian agar tercipta pelayanan yang lebih baik lagi seperti :
1.      Pemberian pelayana fisik dalam bentuk yang transparan dimana para petugas atau anggota dalam organisasi publik tersebut bisa terjun langsung memberikan pelayanannya.
2.      Kualitas itu bisa terjadi karna adanya sebuah harapan dari pelayanan yang diberikan yang dimana masyarakat menuntut untuk diberikan pelayanan terbaik atau kualitas agar terciptanya kepuasaan. Dengan memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat maka dengan sendirinya tercipta ekpektasi atau pemikiran bahwa kualitas telah tercapai karna telah memenuhi keinginan dari masyarakat itu sendiri.
3.      Dalam menentukan pelayanan yang baik, lebih diutamakan untuk menjadikan sebuah pelayan tersebut menjadi pelayanan yang terarah dan tepat waktu dimana penyampain layanan tersebut tidak tertunda yang akan menjadikan sebuah konflik atau permasahan, diperlukanlah sebuah kehandalan dari anggota organisasi publik untuk melakukan tugasnya.
 
Sikap yang cepat tanggap, kemampuan untuk yakin melakukan yang terbaik serta adanya kepedulian kepada masyarakat agar tercipta pelayanan yang maksimal tersebut dapatlah dibuat sebuah bentuk tanggung jawab penyelesaian agar tercipta pelayanan yang lebih baik lagi seperti :
1.      pemberian pelayanan fisik dalam bentuk yang transparan dimana para petugas atau anggota dalam organisasi publik tersebut bisa terjun langsung memberikan pelayanannya.
2.      Kualitas itu bisa terjadi karna adanya sebuah harapan dari pelayanan yang diberikan yang dimana masyarakat menuntut untuk diberikan pelayanan terbaik atau kualitas agar terciptanya kepuasaan. Dengan memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat maka dengan sendirinya tercipta ekpektasi atau pemikiran bahwa kualitas telah tercapai karna telah memenuhi keinginan dari masyarakat itu sendiri.
3.      Dalam menentukan pelayanan yang baik, lebih diutamakan untuk menjadikan sebuah pelayan tersebut menjadi pelayanan yang terarah dan tepat waktu dimana penyampain layanan tersebut tidak tertunda yang akan menjadikan sebuah konflik atau permasahan, diperlukanlah sebuah kehandalan dari anggota organisasi publik untuk melakukan tugasnya. 

E.      PENGUKURAN OBJEKTIF KINERJA ORGANISASI: EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS

Menurut Brown dan Coulter (1983:50) ada dua pendekatan berbeda yang umum digunakan dalam menganalisis dan mengukur kinerja organisasi publik. Pendekatan pertama adalah mengukur kinerja dengan menggunakan data dan informasi yang berasal dari dalam organisasi pemerintah yang diukur tersebut.
Pendekatan pertama ini dikenal sebagai pengukuran objektif dengan dua indikator utama yaitu efisiensi dan efektivitas (Carter dkk. 1992:35; Downs dan Larkey 1986:5; Brown dan Coulter 1983:50). Efisiensi dan efektivitas dapat dikatakan sebagai dua istilah yang paling populer digunakan dalam pengukuran kinerja organisasi pemerintah walaupun kedua istilah ini seringkali digunakan secara tidak tepat (Mulreany 1991:7). Secara umum efisiensi didefinisikan dan diukur dari perbandingan input dan output atau rasio di mana input  diubah menjadi output (Carter dkk. 1992:37; Mulreany 1991:8; Boyle 1989:19; Gleason dan Barnum 1982:380). Berdasarkan definisi ini, efisiensi organisasi dapat dicapai dengan meminimalkan input dan mempertahankan output atau dengan mempertahankan input tetapi memaksimalkan output atau secara bersamaan meminimalkan input dan memaksimalkan output. Namun, banyak yang berpendapat bahwa penggunaan istilah efisiensi umumnya hanya dilihat satu sisi yaitu dalam arti meminimalkan input atau mengurangi biaya untuk menghasilkan sejumlah tertentu output (input efficiency). Istilah efisiensi jarang digunakan dalam arti memaksimalkan output atau meningkatkan pelayanan dengan menggunakan sejumlah tertentu input (output efficiency) (McGowan 1984:19; Boyle 1989:19; Carter, Klein dan Day 1992:38). Dalam kajian-kajian ilmu ekonomi, memaksimalkan output dan mempertahankan input (output efficiency) lebih dikenal sebagai produktivitas (Pass dkk. 1993:436-7).(Sumber: Boyle, R., 1989. Managing Public Sector Performance: a comparative study of performance monitoring systems in the public and private sector, Institute of Public Administration, Dublin:17.)
Selain itu, dalam kajian-kajian menyangkut kinerja organisasi dikenal juga istilah efisiensi produksi dan efisiensi distrbusi (Mulreany 1991). Efisiensi produksi atau disebut juga efisiensi teknis, efisiensi X, efisiensi manajerial, atau efisiensi internal tercapai apabila organisasi dapat menghasilkan output dengan biaya semurah mungkin. Dengan kata lain, efisiensi produksi inilah sebenarnya yang dimaksudkan dengan efisiensi (Goldsmith 1996:26). Selanjutnya, efisiensi alokasi (allocative efficiency) tercapai apabila semua output organisasi dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebaliknya, akan terjadi inefisiensi alokasi apabila output organisasi pemerintah tidak dimanfaatkan oleh masyarakat seperti rumah-rumah guru sekolah yang dibangun tetapi tidak dimanfaatkan atau tangki-tangki air bersih yang dibangun tetapi tidak digunakan karena kering.
Jika dibandingkan dengan efisiensi, definisi efektivitas lebih problematik dan membingungkan. Pada organisasi publik, tujuan organisasi yang kurang jelas dan sering saling bertentangan sehingga semakin menyulitkan untuk menyepakati definisi efektivitas yang dapat diterima secara luas. Meskipun demikian, menurut Cameron (1981a:45) sedikitnya ada empat pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan dan mengukur efektivitas organisasi. Pertama dan paling umum digunakan adalah mengukur efektivitas dengan sejauh mana sebuah organisasi mencapai tujuan atau target yang sudah ditetapkan yang disebut dengan Goal Model (Mulreany 1991:19; Boyle 1989:19-20; Downs dan Larkey 1986:7; Gleason dan Barnum 1982:380). Pendekatan ini mengasumsikan bahwa tujuan-tujuan organisasi jelas dan dapat diukur (clear and measurable objectives) serta semakin banyak tujuan dan target organisasi dapat dicapai maka semakin efektiflah organisasi tersebut. Tetapi karena tidak semua organisasi publik memiliki tujuan yang jelas dan terukur maka pencapaian tujuan dianggap kurang relevan untuk mengukur efektivitas organisasi pemerintah.
Pendekatan kedua mengukur efektivitas organisasi, menurut Cameron (1981b:4), disebut System-Resource Model yaitu suatu organisasi dapat dikatakan efektif apabila organisasi tersebut mampu memperoleh semua sumber daya yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan organisasi tersebut. Semakin banyak sumber daya yang dapat dikumpulkan oleh sebuah organisasi dari lingkungannya maka semakin efektiflah organisasi tersebut. Dengan kata lain, kalau pendekatan Goal Model  menekankan pada output maka pendekatan System-Resource Model mengutamakan pada input.
Pendekatan ketiga untuk mengukur efektivitas organisasi disebut Internal Process Model yang menekankan pada proses dan mekanisme kerja dalam organisasi. Menurut model ini, sebuah organisasi dapat dikatakan efektif apabila proses dan mekanisme kerja di dalam organisasi tersebut berlangsung damai. Hal ini ditandai dengan adanya saling percaya di antara pegawai dan lancarnya arus informasi horizontal dan vertikal di dalam  organisasi (Cameron 1981b:4).
Pendekatan keempat dan terakhir dalam mengukur efektivitas organisasi adalah Stategic-Constituencies Model yang mengukur efektivitas suatu organisasi dengan sejauh mana organisasi tersebut dapat memuaskan stakeholder-nya. Stakeholder ini terdiri dari orang-orang yang menyediakan input untuk organisasi atau yang menggunakan output dari organisasi atau yang memiliki kerjasama dengan organisasi atau individu yang peranannya sangat penting bagi kelangsungan hidup organisasi (Cameron 1981b:4).





Ciri-ciri Organisasi :
CO
Ciri-ciri dari organisasi adalah :
  • Adanya komponen ( atasan dan bawahan).
  • Adanya kerja sama (cooperative yang berstruktur dari sekelompok orang.
  • Adanya tujuan.
  • Adanya sasaran.
  • Adanya keterikatan format dan tata tertib yang harus ditaati.
  • Adanya pendelegasian wewenang dan koordinasi tugas-tugas.
  • Adanya komunikasi antar suatu anggota dengan yang lain.
Menurut Berelson dan Steiner(1964:55) sebuah organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Formalitas, merupakan ciri organisasi sosial yang menunjuk kepada adanya perumusan tertulis daripada peratutan-peraturan, ketetapan-ketetapan, prosedur, kebijaksanaan, tujuan, strategi, dan seterusnya.
Hierarkhi, merupakan ciri organisasi yang menunjuk pada adanya suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida, artinya ada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan kekuasaan serta wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada organisasi tersebut.
Besarnya dan Kompleksnya, dalam hal ini pada umumnya organisasi sosial memiliki banyak anggota sehingga hubungan sosial antar anggota adalah tidak langsung (impersonal), gejala ini biasanya dikenal dengan gejala “birokrasi”.
Lamanya (duration), menunjuk pada diri bahwa eksistensi suatu organisasi lebih lama daripada keanggotaan orang-orang dalam organisasi itu.



Unsur-unsur Organisasi :
UO
Organisasi memiliki unsur-unsur tertentu, yaitu :
  • Sebagai wadah atau tempat untuk bekerja sama, artinya : Organisasi merupakan suatu wadah atau tempat dimana orang-orang dapat bersama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan tanpa adanya organisasi menjadi saat bagi orang-orang untuk melaksanakan suatu kerja sama, sebab setiap orang tidak mengetahui bagaimana cara bekerja sama tersebut akan dilaksanakan. Pengertian tempat di sini dalam arti yang konkrit, tetapi dalam arti yang abstrak, sehingga dengan demikian tempat sini adalah dalam arti fungsi yaitu menampung atau mewadai keinginan kerja sama beberapa orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengertian umum, maka organisasi dapat berubah wadah sekumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu misalnya organisasi buruh, organisasi wanita, organisasi mahasiswa dan sebagainya.
  • Proses kerja sama sedikitnya antar dua orang, artinya : Suatu organisasi, selain merupakan tempat kerja sama juga merupakan proses kerja sama sedikitnya antar dua orang. Dalam praktek, jika kerja sama tersebut di lakukan dengan banyak orang, maka organisasi itu di susun harus lebih sempurna dengan kata lain proses kerja sama di lakukan dalam suatu organisasi, mempunyai kemungkinan untuk di laksanakan dengan lebih baik hal ini berarti tanpa suatu organisasi maka proses sama itu hanya bersifat sementara, di mana hubungan antar kerja sama antara pihak-pihak bersangkutan kurang dapat diatur dengan sebaik-baiknya.
  • Jelas tugas kedudukannya masing-masing, artinya : Dengan adanya organisasi maka tugas dan kedudukan masing-masing orang atau pihak hubungan satu dengan yang lain akan dapat lebih jelas, dengan demikian kesimpulan dobel pekerjaan dan sebagainya akan dapat di hindarkan. Dengan kata lain tanpa orang yang baik mereka akan bingung tentang apa tugas-tugasnya dan bagaimana hubungan antara yang satu dengan yang lain.
  • Ada tujuan tertentu, artinya : Betapa pentingnya kemampuan mengorganisasi bagi seorang manajer. Suatu perencana yang kurang baik tetapi organisasinya baik akan cenderung lebih baik hasilnya dari pada perencanaan yang baik tetapi organisasi tidak baik.


Teori Organisasi :
Teori organisasi Muncul pada abad 19 dilatarbelakangi oleh Revolusi Inggris dan lahirnya perusahaan raksasa di Amerika Serikat. Berikut ini akan dibahas mengenai teori organisasi klasik yang dipelopori oleh Max Weber, teori neoklasik, dan teori organisasi modern.
TO

Teori organisasi adalah studi tentang bagaimana organisasi menjalankan fungsinya dan bagaimana mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang-orang yang bekerja di dalamnya ataupun masyarakat di lingkup kerja mereka.
Teori organisasi adalah suatu konsefsi, pandangan, tinjauan, ajaran, pendapat atau pendekatan tentang   pemecahan masalah organisasi agar lebih berhasil dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Masalah adalah segala sesuatu yang segala sesuatu yang ada hubungannya dengan kepentingan organisasi yang memerlukan pemecahan dan pengambilan keputusan.
Ada banyak masalah yang dihadapi organisasi (kompleks) dan memerlukan pemecahan tersendiri sehingga muncul berbagai kajian untuk lebih memahami efektivitas organisasi Teori organisasi Muncul pada abad 19 dilatarbelakangi oleh Revolusi Inggris dan lahirnya perusahaan raksasa di Amerika Serikat.
Pendapat organisasi yang baik :
Di Indonesia maupun di negara lain terdapat banyak macam macam organisasi yang bergerak di bidang yang beraneka ragam pula . Namun di balik organisasi itu semua perlu ada bobot nilai yang baik , dalam arti lain harus berbobot . Antara lain visi , nilai , dan misi yang baik .
Organisasi tersebut bisa dikatakan berhasil jika telah memiliki ciri ciri sebagai berikut : nilai , visi dan misi , aturan , Profesionalisme , insentif , sumber daya , rencana kerja . Jika salah satu faktor di atas tidak terpenuhi maka organisasi tersebut akan mengalami kendala . Dan tidak akan mengalami kemajuan .
Organisasi yang baik pula akan menjalani kegiatan kegiatanya secara rutin agar dalam menjalankan suatu acara / event akan berjalan lancar . Serta harus mempunyai pengurus yang handal dan terampil / kreatif .



F.      REFERENSI
Boyle, R., 1989. Manajemen Publik :, Dublin, Institute of Public Administration.
Brudney, J.L. dan Morgan, D.R., 1988. ‘Produktivitas Pemerintahan Lokal: Efisiensi dan ekuitas dalam R. M. Kelly (ed.), Promoting Productivity in the Public Sector, New York, St. Martin’s Press: 161-76.
Kutipan F:\data science\Pelayanan publik - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm
Kutipan F:\data science\Kinerja Organisasi Publik  Kuantitas atau Kualitas atau Kuantitas dan Kualitas.htm