World Economic Forum (WEF) dan INSEAD meneliti
perkembangan TIK, penggunaannya dan dampaknya di seluruh dunia, dan
menuangkan hasilnya dalam suatu indeks yang terstruktur sehingga dapat
diperbandingkan antara satu negara dengan negara lain. Ada empat hal utama yang
diteliti, yaitu:
- kerangka peraturan dan sikap pemerintah terhadap ekonomi terkait dengan perkembangan TIK;
- tingkat kesiapan negara (pemerintah, bisnis dan perorangan) untuk menggunakan sarana dan prasarana TIK;
- upaya yang dilakukan para pelaku untuk meningkatkan kemampuannya dalam menggunakan TIK dan bagaimana menggunakan kemampuan itu dalam kehidupan sehari-hari. dan dampak ekonomi dan sosial yang diperoleh negara dari penggunaan TIK;
Diharapkan dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan
masing-masing negara dalam berbagai aspek TIK tersebut, maka para pengambil
keputusan dapat merumuskan kebijakan dan program pengembangan TIK secara lebih
tepat lagi. Upaya pemerintah tidak cukup
hanya memperluas akses, tetapi juga sejak awal mengembangkan ragam aplikasi dan
penggunaannya untuk berbagai bidang kehidupan secara produktif sesuai dengan
kebutuhannya. Dengan memahami TIK ini, pemerintah dituntut tidak hanya menonton
perkembangan yang terjadi atau hanya menggunakannya karena alasan “yang lain
juga menggunakan”, tetapi mengarahkan dan mendorong perkembangannya sehingga
memberi dampak yang maksimal terhadap kehidupan dan kesejahteraan rakyat.
Indeks Kesiapan
Berjejaring :
Laporan tahunan The Global Information Technology
Report 2012 yang diterbitkan WEF dan INSEAD memuat urutan negara-negara di
dunia menurut Indeks Kesiapan Berjejaring (Networked Readiness Index).
Indeks Kesiapan Berjejaring (selanjutnya disingkat IKB) mengukur tingkat
kemajuan negara-negara atas dasar kecanggihan teknologi informasi dan
komunikasinya. IKB dibangun dari 4 unsur atau sub-indeks, dan setiap
sub-indeks dibentuk dari 10 pilar, dan setiap pilar dibentuk dari beberapa
indikator. Total ada 53 indikator yang digunakan untuk mengukur kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi ini. Ke empat sub-indeks tersebut adalah
lingkungan (environment), kesiapan (readiness), penggunaan (usage)
dan dampak (impact). Ke 10 pilar dan beberapa indikator penting akan
diuraikan saat menjelaskan hasil perlombaan antar bangsa dalam kecanggihan
teknologi informasi dan komunikasi berikut ini.
a.
Tingkat Global
Pada tingkat global,
juara pertama lomba kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi menurut WEF
tahun ini adalah Swedia, disusul oleh negara tetangga Singapura, kemudian
negara-negara Eropa lain (Finlandia, Denmark, Swiss, Belanda, Norwegia),
selanjutnya AS, Kanada dan Inggris. Negara Asia lain yang menempati posisi
puncak adalah Taiwan (ke 11), Korea Selatan (ke 12), Hong Kong (ke 13), dan
Jepang (ke 18). Indonesia sendiri ternyata berada pada peringkat ke 80 dari 142
negara yang disurvei.
b. Tingkat ASEAN
Pada tingkat Asia
Tenggara, setelah Singapura, Malaysia adalah negara yang tertinggi tingkat
kemajuan teknologi informasi dan komunikasinya, disusul oleh Brunei Darussalam
dan Thailand, baru kemudian Indonesia dan negara-negara lain. Perbedaan
peringkat antara juara ke dua (Malaysia, ke 29) dan ke 3 (Brunei Darussalam, ke
54) sangat jauh, yaitu 25 tingkat, demikian juga antara negara peringkat ke
tiga dan ke empat (Thailand, ke 77) cukup jauh (17 tingkat). Lihat Tabel 1. Sedangkan
antara Indonesia (ke 80) dan Thailand (ke 77) hanya terpaut 3 tingkat.
Perbedaan antara peringkat Indonesia dengan negara-negara yang peringkatnya
lebih tinggi mengindikasikan akan sulitnya Indonesia mendapat medali perunggu
dalam bidang IT di ASEAN, yang saat ini dipegang oleh negara tetangga yang
berpenduduk hanya 400 ribu jiwa (Brunei Darussalam), apalagi untuk mengungguli
juara kedua, yaitu Malaysia.
Pada pihak lain,
perbedaan peringkat antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN lain yang
peringkatnya lebih bawah, ternyata tidak terlalu jauh, hanya terpaut 3 tingkat,
yaitu Vietnam (ke 83) dan Filipina (ke 86). Ini artinya, Indonesia dengan mudah
dapat dilampaui oleh ke dua negara tersebut. Adapun negara-negara ASEAN lain
yang berada di urutan terbawah adalah Kambodia (ke 108) dan negara tetangga
dekat Timor Leste (ke 132). Dibandingkan dengan China (ke 51) dan India (ke
69), Indonesia juga tertinggal relatif jauh, yaitu 30 dan 10 tingkat
berturut-turut.
Tabel 1. Indeks
Kesiapan Berjejaring ASEAN, China dan India; 2012
No
|
Negara
|
Indeks Kesiapan
Berjejaring
|
1
|
Singapura
|
2
|
2
|
Malaysia
|
29
|
3
|
Brunei Darussalam
|
54
|
4
|
Thailand
|
77
|
5
|
INDONESIA
|
80
|
6
|
Vietnam
|
83
|
7
|
Filipina
|
86
|
8
|
Kambodia
|
108
|
9
|
Timor-Leste
|
132
|
10
|
China
|
51
|
11
|
India
|
69
|
Faktor Penentu
Peringkat
Seperti dijelaskan di depan, Indeks Kesiapan
Berjejaring ditentukan oleh empat sub-indeks. Di antara ke empat sub-indeks
ini, peringkat yang terbaik ada pada sub-indeks lingkungan peraturan dan
inovasi bisnis (ke 72) dan kesiapan sarana dan prasarana (ke 74), dan peringkat
lebih rendah dalam aspek penggunaan IT (ke 85) dan dampak terhadap ekonomi dan
sosial (ke 86). Perbandingan dengan negara lain adalah sebagai berikut. Secara
umum, peringkat untuk masing-masing sub-indeks sama dengan peringkat untuk
Indeks Kesiapan Berjejaring, hanya dalam beberapa sub-indeks terdapat perbedaan.
Dalam hal kesiapan sarana dan prasarana TIK, peringkat Indonesia (ke 74)
sedikit lebih baik daripada Thailand (ke 75) dan Brunei Darussalam (ke 87).
Sebaliknya, dalam aspek dampak IT, Indonesia (ke 86) tertinggal dari Vietnam
(ke 79), dan Filipina (ke 84). Dibandingkan dengan China dan India,
Indonesia hanya lebih baik dari India (ke 78) dalam aspek lingkungan. Lihat
Tabel 2.
Tabel 2. Indeks
Kesiapan Berjejaring ASEAN, China dan India menurut Sub-indeks; 2012
Negara
|
Lingkungan
|
Kesiapan
|
Penggunaan
|
Dampak
|
|
1
|
Singapura
|
1
|
8
|
5
|
1
|
2
|
Malaysia
|
23
|
55
|
29
|
24
|
3
|
Brunei Darussalam
|
57
|
87
|
41
|
50
|
4
|
Thailand
|
59
|
75
|
83
|
85
|
5
|
INDONESIA
|
72
|
74
|
85
|
86
|
6
|
Vietnam
|
96
|
86
|
69
|
79
|
7
|
Filipina
|
111
|
77
|
86
|
84
|
8
|
Kambodia
|
89
|
106
|
111
|
110
|
9
|
Timor-Leste
|
129
|
117
|
131
|
133
|
10
|
China
|
64
|
66
|
51
|
41
|
11
|
India
|
78
|
64
|
78
|
52
|
Dalam sub-indeks lingkungan, ada dua pilar yang
dipertimbangkan, yaitu pilar lingkungan politik dan peraturan, dan pilar
lingkungan bisnis dan inovasi. Dalam pilar lingkungan politik dan peraturan
yang terkait dengan TIK, Indonesia perlu belajar dari Vietnam dan Kambodia yang
menempati peringkat lebih baik. Sedangkan dalam pilar lingkungan bisnis dan
inovasi, peringkat Indonesia (ke 64) lebih baik dari Brunei Darussalam (ke 76).
Kemampuan suatu negara dalam memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi tergantung pada kesiapannya. Dalam sub-indeks Kesiapan
ini, Indonesia menempati posisi di tengah-tengah (ke 74). Posisi ini tentu saja
tidak menggembirakan karena sebagian besar negara adalah negara berkembang.
Jadi diantara negara-negara berkembang pun, kesiapan bangsa Indonesia dalam
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi tidak lebih maju. Aspek
kesiapan ini ditentukan oleh infrastruktur, kandungan/aplikasi dijital dan
keterjangkauan pengguna untuk membeli dan menggunakan sarana informasi dan
komunikasi. Dibandingkan negara-negara ASEAN lain, Indonesia unggul dalam
aspek aplikasi dijital (peringkat ke 34), hanya Singapura dan Thailand
yang mengalahkan Indonesia. Sedangkan dalam aspek infrastruktur
pendukung, Indonesia menempati posisi jauh di belakang (ke 103). Dalam aspek
keterjangkauan, posisi Indonesia (ke 69) relatif sama dengan Vietnam, Thailand
dan Filipina.
Ditinjau dari aspek penggunaan teknologi IT oleh
perorangan, bisnis dan pemerintah (sub-indeks ke 3), Indonesia masih harus
belajar dari negara-negara ASEAN dan dari China dan India. Secara keseluruhan
peringkat Indonesia adalah yang ke 85, berada di belakang Singapura, Malaysia,
Brunei Darussalam, Vietnam dan Thailand. Faktor utama dibalik tingkat
penggunaan yang rendah ini adalah penggunaan oleh perorangan (peringkat ke 103)
yang tidak semaju negara-negara ASEAN lain. Namun dunia bisnis di
Indonesia lebih maju dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ke
49) dibandingkan negara-negara ASEAN lain, kecuali Singapura (ke 14) dan
Malaysia (ke 27). Dibandingkan China (ke 51) dan India (78), Indonesia juga
secara keseluruhan masih tertinggal.
Selanjutnya dalam hal dampaknya pada perekonomian dan
kehidupan sosial (sub-indeks ke 4), Indonesia berada pada posisi yang relatif
tertinggal. Secara keseluruhan, peringkat Indonesia adalah di urutan ke 86,
jauh di belakang Singapura (ke 1), Malaysia (ke 24) dan sebagian negara-negara
ASEAN lain, serta dari China (ke 41) dan India (ke 52). Ketertinggalan
Indonesia ini disumbang oleh kenyataan bahwa ICT di Indonesia berpengaruh
relatif kecil terhadap perekonomian (ke 106), bandingkan dengan India yang
menempati urutan ke 41. Dampak terhadap kehidupan sosial (ke 66), lebih baik
dari bidang perekonomian (ke 106), fenomena yang tampak jelas saat proses
pilkada DKI berlangsung.
Secara keseluruhan dari sepuluh pilar pembentuk Indeks
Kesiapan Berjejaring, pilar terbaik adalah Keterjangkauan (ke 34) dan
Penggunaan Bisnis (ke 49). Sedangkan pilar terburuk adalah Penggunaan
Perorangan (ke 103) dan Dampak Ekonomi (106). Lihat Tabel 3.
Tabel 3. Indeks
Kesiapan Berjejaring Indonesia menurut Pilar; 2012
No
|
Pilar
|
Peringkat
|
1
|
Keterjangkauan
|
34
|
2
|
Penggunaan bisnis
|
49
|
3
|
Lingkungan bisnis dan
inovasi
|
64
|
4
|
Dampak sosial
|
66
|
5
|
Keterampilan
|
69
|
6
|
Penggunaan pemerintah
|
75
|
7
|
Lingkungan politik
dan peraturan
|
88
|
8
|
Infrastruktur dan
aplikasi dijital
|
103
|
9
|
Penggunaan perorangan
|
103
|
10
|
Dampak ekonomi
|
106
|
Indikator Terbaik dan
Terburuk
Dari 53 indikator yang dijadikan dasar untuk
menghitung Indeks Kesiapan Berjejaring, empat indikator berada di kelompok 40
besar dunia, yaitu keberadaan modal ventura (ke 17), kapasitas inovasi (ke 30),
pembelian barang teknologi maju oleh pemerintah (ke 34), tarif selular bergerak
(ke 34). Dua indikator yang relatif baik adalah kualitas sistem
pendidikan (ke 44), dan penggunaan jaringan sosial virtual (ke 48). Sedangkan
indikator yang termasuk dalam peringkat terburuk dunia adalah produksi listrik
(ke 109), pitalebar internet internasional (ke 109), server internet aman
(ke 109), rumah tangga dengan akses internet (ke 109), pengguna internet (ke
118), dan yang terburuk adalah waktu untuk memulai bisnis (ke 124). Lihat Tabel
4. Beberapa faktor positif yang menentukan Indeks Kesiapan Berjejaring ternyata
tidak terkait langsung dengan TIK, seperti keberadaan modal ventura, kapasitas
inovasi, pembelian pemerintah untuk barang-barang berteknologi maju, dan tarif
seluler yang relatif terjangkau. Demikian juga faktor non-IT juga mempengaruhi
secara negatif kecanggihan IT Indonesia, yaitu masalah listrik dan peraturan
terkait pendirian perusahaan.
Tabel 4. Peringkat
Terbaik dan Terburuk Indikator Kesiapan Berjejaring Indonesia; 2012
No
|
Indikator Terbaik
|
Indikator Terburuk
|
1
|
Keberadaan modal
ventura (17)
|
Produksi listrik
(109)
|
2
|
Kapasitas inovasi
(30)
|
Pitalebar internet
internasional (109)
|
3
|
Pengadaan barang
teknologi maju pemerintah (34)
|
Server internet (109)
|
4
|
Tarif selular
bergerak (34)
|
Rumah tangga dengan
akses internet (109)
|
5
|
Kualitas sistem
pendidikan (44)
|
Pengguna internet
(118)
|
6
|
Penggunaan jaringan
sosial virtual (48)
|
Waktu untuk memulai
bisnis (124)
|
Peringkat Indonesia dalam menguasai dan memanfaatkan
TIK yang diukur dengan Indeks Kesiapan Berjejaring ternyata tidak begitu
menonjol dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain atau negara-negara lain
di dunia pada umumnya. Ada beberapa hal yang perlu dibenahi untuk meningkatkan
manfaat TIK. Lingkungan pendukung dan kesiapan infrastruktur perlu diperluas
dan ditingkatkan kualitasnya, dan penggunaan TIK dalam berbagai bidang perlu
diperhatikan lebih serius lagi. Agar dapat dikategorikan sebagai negara sekelas
dengan China dan India, pemerintah perlu mempunyai target yang lebih tinggi
lagi, dengan program-program pengembangan dan penggunaan TIK yang lebih
terfokus. Pemerintah perlu mempelopori penggunaan TIK dalam bidang-bidang yang
masih lemah, mendorong pelaku bisnis untuk memanfaatkan TIK dan memberi
insentif bagi industri dan perguruan tinggi untuk mengembangkan berbagai
aplikasi yang bermanfaat. Diharapkan, dengan teknologi informasi dan komunikasi
yang lebih tersebar, terjangkau, dengan aplikasi yang semakin beragam, maka
kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat semakin meningkat.
Kesimpulan :
Intinya indonesia masih jauh
tertinggal dari negara lain dalam memanfaatkan Teknologi Informasi dan
Komunikasi karena masih kurangnya pemahaman masyarakat dalam menggunakan dan
memanfaatkan TIK itu sendiri dan kurangnya peran pemerintah. Disini peran
pemerintahlah yang sangat dibutuhkan dimana pemerintah juga harus memiliki
program-program dalam mengembangkan dan penggunaan TIK ini sendiri agar lebih
fokus. Lalu pemerintah juga harus bisa mempelopori penggunaan TIK itu sendiri
dalam bidang-bidang terutama pada bidang-bidang yang masih lemah, lalu
mendorong pelaku bisnis untuk menggunakan dan memanfaatkan TIK untuk meberikan
insentif pada industrinya. Dan didalam perguruan tinggi untuk mengembangkan
berbagai aplikasi yang terjangkau dan dengan aplikasi yang beragam. Peran
Pemerintah lah yang sangat bermain disini untuk meningkatkan pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Komunikasi atau yang disebut juga TIK.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar